IQRA' BISMI RABBIK ...

IQRA' BISMI RABBIK ...

SHARE MY LINK

Pengunjung :

ISLAMIC FILES (video-mp3-doc-pdf-etc)

Minggu, 25 Januari 2009

SHALAT GERHANA MATAHARI


Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Written by Administrator
Saturday, 27 December 2008
Indonesia akan dilewati oleh perisitiwa Gerhana Matahari Cincin tanggal 26 Januari 2009, dan peristiwa ini merupakan event pembuka perayaan Tahun Astronomi Internasional 2009 di Indonesia.

Peristiwa ini disebut Gerhana Matahari Cincin (GMC) karena piringan Matahari tidak akan sepenuhnya tertutup oleh bayang-bayang Bulan, sehingga pada wilayah yang dilewati GMC, Matahari akan tampak seperti cincin. Pada momen GMC 26 Januari 2009 ini, bayang-bayang utama (umbra) Bulan yang jatuh di permukaan Bumi hanya selebar 280 km, sehingga tidak seluruh tempat berkesempatan untuk menyaksikan fase cincin. Momen puncak gerhana sendiri hanya berlangsung kurang dari 8 menit.

Jejak perlintasan bayang-bayang Bulan di permukaan Bumi ditunjukkan pada gambar di bawah ini.



Pada gambar di bawah ini, kedua garis biru masing-masing menandai batas paling utara ("atas") dan paling selatan ("bawah") untuk dapat menyaksikan fase cincin GMC. Garis merah adalah jejak greatest eclipse, yaitu momen yang berlangsung ketika jarak sumbu bayang-bayang Bulan dengan pusat Bumi mencapai maksimum.



Di Tanjung Karang (Lampung), fase cincin dimulai pukul 16.38 WIB, puncak gerhana 16.41 WIB, dan fase cincin berakhir pada pukul 16.44 WIB.




Si Samarinda (Kaltim), fase cincin dimulai pukul 17.48 WITA, puncak gerhana 17.49 WITA, dan fase cincin berakhir pada pukul 17.50 WITA.



Sebagian kecil daratan di Sulawesi juga dilintasi bayang-bayang Bulan. Di Manado, awal gerhana (kontak I) dimulai pukul 16.42 WITA, momen puncak gerhana 17.49 WITA, dan akhir gerhana (kontak 4) pada pukul 18.50 WITA.

Sumber Gambar: Situs NASA Goddard Space Flight Center & Fred Espernak, Situs Hermit Eclipse
Beberapa tim ekspedisi saat ini sedang bersiap untuk mengamati dan mengabadikan perisitiwa ini, terdiri dari tim dari Observatorium Bosscha - ITB, Unawe Indonesia, Planetarium Jakarta dan Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, LAPAN, dan Himpunan Mahasiswa Astronomi (Himastron) ITB. Mereka akan melakukan pengamatan dan penyuluhan pengamatan gerhana bagi guru dan siswa-siswa di Anyer, Banten, dan Lampung.
Hal-Hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana

Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)


Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid.

Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari ’Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari kendaraan di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan shalat. (HR. Bukhari no. 1050). Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya (yaitu masjidnya) yang biasa dia shalat di situ. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/343)

Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4/10)

Lalu apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat gerhana? Perhatikan penjelasan menarik berikut.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا

”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah.” (HR. Bukhari no. 1043)

Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” (Syarhul Mumthi’, 2/430)

Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria.

Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,

أَتَيْتُ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - زَوْجَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ

“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: ‘Kenapa orang-orang ini?’ Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, ‘Subhanallah (Maha Suci Allah).’ Saya bertanya: ‘Tanda (gerhana)?’ Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari no. 1053)

Bukhari membawakan hadits ini pada bab:

صَلاَةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْكُسُوفِ

”Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.”

Ibnu Hajar mengatakan,

أَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَة إِلَى رَدّ قَوْل مَنْ مَنَعَ ذَلِكَ وَقَالَ : يُصَلِّينَ فُرَادَى

”Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” (Fathul Bari, 4/6)

Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri di rumah. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/345)

Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan “ash sholatu jaami’ah” dan tidak ada adzan maupun iqomah.

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,

أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901). Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat gerhana.

Kelima: berkhutbah setelah shalat gerhana.

Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435). Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:
” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.
ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيراً “.

Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak. Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”

Nabi selanjutnya bersabda, ”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Khutbah yang dilakukan adalah sekali sebagaimana shalat ’ied, bukan dua kali khutbah. Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh Imam Asy Syafi’i. (Lihat Syarhul Mumthi’, 2/433)

Tata Cara Shalat Gerhana

Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai tata caranya.

Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa, dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud. Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435-437)

Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901)

“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Ringkasnya, agar tidak terlalu berpanjang lebar, tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:

[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.

[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.

[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:

جَهَرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)

[4] Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.

[5] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’

[6] Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.

[8] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).

[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.

[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

[11] Salam.

[12] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438)

Nasehat Terakhir

Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat. Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ ».

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” (HR. Muslim no. 912)

An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:

Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat. (Syarh Muslim, 3/322)

Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.

Demikian penjelasan yang ringkas ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin. Semoga kaum muslimin yang lain juga dapat mengetahui hal ini. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dapat beramal sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.

Pangukan, Sleman, 25 Muharram 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Sabtu, 24 Januari 2009

Kontra Fatwa - 'Ied Pada Hari Jum'at

‘ID PADA HARI JUM’AT

Hadits tentang ‘Id pada hari Jum’at

عن أبي هريرة قال اجتمعنا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم في يوم عيد ويوم جمعة فقال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو في العيد هذا يوم قد اجتمع لكم فيه عيدان عيدكم هذا والجمعة وإني مجمع إذا رجعت فمن أحب منكم أن يشهد الجمعة فليشهدها قال فلما رجع رسول الله صلى الله عليه وسلم جمع بالناس
(التمهيد لابن عبد البر ج: 10 ص: 273 )

Kesimpulan Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid Juz X:267-295

• Jika ‘Id terjadi pada hari Jum’at, Rasulullah SAW tetap melaksanakan Jum’at, dan tidak melaksanakan Shalat Dzuhur.

• Bagi orang yang sudah melaksanakan shalat ‘Id dan termasuk yang terkena taklif kewajiban Jum’at (Laki-laki dewasa, berjama’ah dan mendengar adzan Jum’at), maka tetap wajib melaksanakan Jum’at.

• Rukhshah (keringanan) meninggalkan Jum’at pada hari ‘Id ialah bagi mereka yang dikecualikan dari kewajiban shalat Jum’at (wanita, hamba sahaya, anak kecil, orang sakit, tidak berjama’ah dan penduduk yang jauh dari Masjid Jami’ (sehingga tidak mendengar Adzan Jum’at)) bagi mereka wajib melaksanakan shalat dzuhur.




































التمهيد لما في الموطأ من المعاني والأسانيد
اسم المؤلف :: أبو عمر يوسف بن عبد الله بن عبد البر النمري
ولادة المؤلف :: 368
وفاة المؤلف :: 463
دار النشر :: وزارة عموم الأوقاف والشؤون الإسلامية
مدينة النشر :: المغرب
سنة النشر :: 1387
عدد الأجزاء :: 24
اسم المحقق :: مصطفى بن أحمد العلوي ,‏محمد عبد الكبير البكري

التمهيد لابن عبد البر ج: 10 ص: 267
وقوله قد اجتمع لكم في يومكم هذا عيدان يعني الجمعة والعيد
قال فمن أحب من أهل العالية أن ينتظر الجمعة فلينتظرها ومن أحب أن يرجع فقد أذنت له فقد اختلف العلماء في تأويل قول عثمان هذا واختلف الآثار في ذلك أيضا عن النبي صلى الله عليه وسلم واختلف العلماء في تأويلها والأخذ بها فذهب عطاء بن أبي رباح إلى أن شهود العيد يوم الجمعة يجزئ عن الجمعة إذا صلى بعدها ركعتين على طريق الجمع وروي عنه أيضا أنه يجزيه وإن لم صلاة العيد ولا صلاة بعد صلاة العيد حتى العصر وحكي ذلك عن ابن الزبير وهذا القول مهجور لأن الله عز وجل افترض صلاة الجمعة في يوم الجمعة على كل من في الأمصار من البالغين الذكور الأحرار فمن لم يكن ففرضه الظهر في وقتها فرضا مطلقا لم يختص به يوم عيد من غيره وقول عطاء هذا ذكره عبدالرزاق عن ابن جريج قال قال عطاء
ابن أبي رباح إن اجتمع يوم الجمعة ويوم الفطر في يوم واحد فليجمعهما وليصلهما ركعتين فقط حين يصلي صلاة الفطر ثم هي هي حتى العصر ثم أخبرنا ثم ذلك قال اجتمعا يوم فطر ويوم جمعة في يوم واحد في زمن ابن الزبير فقال ابن الزبير عيدان اجتمعا في يوم واحد فجمعهما جميعا جعلهما واحدا فصلى يوم الجمعة ركعتين بكرة صلاة الفطر لم يزد عليهما حتى صلى العصر قال فأما الفقهاء فلم يقولوا في ذلك وأما من لم يفقه فأنكر ذلك عليه قال ولقد أنكرت أنا ذلك عليه وصليت الظهر يومئذ قال حتى بلغنا بعد أن العيدين كانا إذا اجتمعا صليا كذلك واحدا وذكر عن محمد بن علي بن الحسين أنه أخبرهم أنهما كانا يجمعان إذا اجتمعا ورأى أنه وجده في كتاب لعلي زعم قال وأخبرني ابن جريج قال أخبرني أبو الزبير في جمع ابن
الزبير بينهما يوم جمع بينهما قال سمعنا في ذلك أن ابن عباس قال أصاب عيدان اجتمعا في يوم واحد قال أبو عمر ليس في حديث ابن الزبير بيان أنه صلى مع صلاة العيد ركعتين للجمعة ونصف الأمرين كان فإن ذلك أمر متروك مهجور وإن كان لم يصل مع صلاة العيد غيرها حتى العصر فإن الأصول كلها تشهد بفساد هذا القول لأن الفرضين إذا اجتمعا في فرض واحد لم يسقط أحدهما وصله فكيف أن يسقط فرض لسنة عملا في يومه هذا ما لا يشك في فساده ذو فهم وإن كان صلى مع صلاة الفطر ركعتين للجمعة فقد صلى الجمعة وقتها ثم أكثر الناس إلا أن هذا موضع قد اختلف فيه السلف فذهب قوم إلى أن وقت الجمعة صدر النهار وأنها صلاة عيد وقد مضى القول في ذلك في باب ابن شهاب عن عروة وذهب الجمهور إلى أن وقت الجمعة وقت الظهر وعلى هذا فقهاء الأمصار وأما القول الأول إن الجمعة تسقط بالعيد ولا
تصلى ظهرا ولا جمعة فقول بين الفساد وظاهر الخطأ متروك مهجور لا يعرج عليه لأن الله عز وجل يقول إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة ولم يخص يوم عيد من غيره وأما الآثار المرفوعة في ذلك فليس فيها بيان سقوط الجمعة والظهر ولكن فيها الرخصة في التخلف عن شهود الجمعة وهذا محمول ثم أهل العلم على وجهين أحدهما أن تسقط الجمعة عن أهل المصر وغيرهم ويصلون ظهرا والآخر أن الرخصة إنما وردت في ذلك لأهل البادية ومن لا تجب عليه الجمعة وسنذكر اختلاف الناس في ذلك وفيمن تجب عليه الجمعة في هذا الباب إن شاء الله تعالى حدثنا عبدالله بن محمد قال حدثنا محمد بن بكر قال حدثنا أبو داود قال حدثنا محمد بن المصفى وعمر بن حفص الرصافي قالا حدثنا بقية قال حدثنا شعبة ح
وحدثنا عبدالوارث بن سفيان قال حدثنا قاسم بن أصبغ قال حدثنا محمد بن وضاح قال حدثنا ابن المصفى قال حدثنا بقية قال حدثنا شعبة قال حدثني المغيرة البصري عن عبدالعزيز بن رفيع عن أبي صالح عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال قد اجتمع في يومكم هذا عيدان فمن شاء أجزأته الجمعة وإنا مجمعون إن شاء الله قال أبو عمر احتج من ذهب مذهب عطاء في هذه المسألة بهذا الحديث لما فيه من قوله صلى الله عليه وسلم إن شئتم أجزأكم فمن شاء أجزأته وهذا الحديث لم يروه فيما علمت عن شعبة أحد من ثقات أصحابه الحفاظ وإنما رواه عنه بقية بن الوليد وليس بشيء في شعبة أصلا وروايته عن أهل بلده أهل الشام فيها كلام وأكثر أهل العلم يضعفون بقية عن الشاميين وغيرهم وله مناكير وهو ضعيف ليس ممن يحتج به
وقد رواه الثوري عن عبدالعزيز بن رفيع عن أبي صالح مرسلا قال اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال إنا مجمعون فمن شاء منكم أن يجمع فليجمع ومن شاء أن يرجع فليرجع فاقتصر في هذا الحديث على ذكر إباحة الرجوع ولم يذكر الإجزاء ورواه زياد البكائي عن عبدالعزيز بن رفيع بمعنى حديث الثوري إلا أنه أسنده حدثني عبدالوارث بن سفيان قال حدثنا قاسم بن أصبغ قال حدثنا إبراهيم بن إسحاق النيسابوري قال حدثنا إبراهيم بن دينار قال حدثنا زياد بن عبدالله بن الطفيل البكائي قال حدثنا عبدالعزيز بن رفيع عن أبي صالح عن أبي هريرة قال اجتمعنا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم في يوم عيد ويوم جمعة فقال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو في العيد هذا يوم قد اجتمع لكم فيه عيدان عيدكم هذا والجمعة وإني مجمع إذا رجعت فمن أحب منكم أن يشهد الجمعة فليشهدها قال فلما رجع رسول الله صلى الله عليه وسلم جمع بالناس
فقد بان في هذه الرواية ورواية الثوري لهذا الحديث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم جمع ذلك اليوم بالناس وفي ذلك دليل على أن فرض الجمعة والظهر لازم ساقطة وأن الرخصة إنما أريد بها من لم تجب عليه الجمعة ممن شهد العيد من أهل البوادي والله أعلم وهذا تأويل تعضده الأصول وتقوم عليه الدلائل ومن خالفه فلا دليل معه ولا حجة له فإن احتج محتج بما حدثناه عبدالوارث قال حدثنا قاسم قال حدثنا أبو قلابة قال حدثنا عبدالله بن حمران قال حدثنا عبدالحميد بن جعفر قال أخبرني أبي عن وهب بن كيسان قال اجتمع عيدان على عهد ابن الزبير فصلى العيد ولم يخرج إلى الجمعة قال فذكرت ذلك لابن عباس فقال ما أماط عن سنة نبيه فذكرت ذلك لابن الزبير فقال هكذا صنع بنا عمر قيل له هذا حديث اضطرب في إسناده فرواه يحيى القطان قال حدثنا عبدالحميد بن جعفر قال أخبرني
وهب بن كيسان قال اجتمع على عهد ابن الزبير عيدان فأخر الخروج حتى تعالى النهار ثم خرج فخطب فأطال الخطبة ثم نزل فصلى ركعتين ولم يصل للناس يومئذ الجمعة فذكر ذلك لابن عباس فقال أصاب السنة ذكره أحمد بن شعيب النسوي عن سوار عن القطان عن عبدالحميد بن جعفر لم يقل عن أبيه عن وهب بن كيسان وذكر أن ذلك حين تعالى النهار وأنه أطال الخطبة وقد يحتمل أن يكون صلى تلك الصلاة في أول الزوال وسقطت صلاة العيد واستجزى بما صلى في ذلك الوقت وفي رواية الأعمش عن عطاء عن ابن الزبير أن الناس جمعوا في ذلك اليوم ولم يخرج إليهم ابن الزبير وكان ابن عباس بالطائف فلما قدم ذكرنا له ذلك فقال
أصاب السنة وهذا يحتمل أن يكون صلى الظهر ابن الزبير في بيته وأن الرخصة وردت في ترك الاجتماعين لما في ذلك من المشقة لا أن الظهر تسقط وأما حديث إسرائيل عن عثمان بن المغيرة الثقفي عن إياس بن أبي رملة الشامي قال شهدت معاوية بن أبي سفيان يسأل زيد بن أرقم هل شهدت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عيدين اجتمعا في يوم قال نعم قال فكيف صنع قال صلى العيد ثم رخص في الجمعة فقال من شاء أن يصلي فليصل وهذا الحديث لم يذكره البخاري وذكره أبو داود عن محمد بن كثير عن إسرائيل وذكره النسائي عن عمرو بن علي
عن ابن مهدي عن إسرائيل وليس فيه دليل على سقوط الجمعة وإنما فيه دليل أنه رخص في شهودها وأحسن ما يتأول في ذلك أن الأذان رخص به من لم تجب الجمعة عليه ممن شهد ذلك العيد والله أعلم وإذا احتملت هذه الآثار من التأويل ما ذكرنا لم يجز لمسلم أن يذهب إلى سقوط فرض الجمعة عمن وجبت عليه لأن الله عز وجل يقول يا أيها الذين آمنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله ولم يخص الله ورسوله يوم عيد من غيره من وجه تجب حجته فكيف بمن ذهب إلى سقوط الجمعة والظهر المجتمع عليهما في الكتاب والسنة والإجماع بأحاديث ليس منها حديث إلا وفيه مطعن لأهل العلم بالحديث
ولم يخرج البخاري ولا مسلم بن الحجاج منها حديثا واحدا وحسبك بذلك ضعفا لها وسنذكر الآثار في فرض الجمعة في باب صفوان بن سليم من هذا الكتاب إن شاء الله تعالى وإن كان الإجماع في فرضها يغني عما سواه والحمد لله وأما اختلاف العلماء فيمن تجب عليه الجمعة من الأحرار البالغين المسافرين فقال ابن عمر وأبو هريرة وأنس والحسن البصري ونافع مولى ابن عمر تجب الجمعة على كل من كان بالمصر وخارجا عنه ممن إذا شهد الجمعة أمكنه الانصراف إلى أهله فآواه الليل إلى أهله وبهذا قال الحكم بن عتيبة وعطاء بن أبي رباح والأوزاعي وأبو ثور وقال ربيعة ومحمد بن المنكدر إنما تجب على من كان على أربعة أميال
وذكر عبدالرزاق عن محمد بن راشد قال أخبرني عبدة بن أبي لبابة أن معاذ بن جبل كان يقول على منبره يا أهل فردا ويا أهل دامرة قريتين من قرى دمشق إحداهما على أربعة فراسخ والأخرى على خمسة إن الجمعة لزمتكم وأنه لا جمعة وقد روي عن معاوية أنه كان يأمر من بينه وبين دمشق أربعة وعشرون ميلا بشهود الجمعة وذكر معمر عن هشام بن عروة عن عائشة بنت سعد بن أبي وقاص قالت كان أبي من المدينة على ستة أميال أو ثمانية فكان ربما شهد الجمعة بالمدينة وربما لم يشهدها
وقال الزهري ينزل إليها من ستة أميال وروي عن ربيعة أيضا أنه قال إنما تجب الجمعة على من إذا سمع النداء وخرج من بيته أدرك الصلاة وقال مالك والليث تجب الجمعة على كل من كان على ثلاثة أميال وقال الشافعي تجب الجمعة على كل من كان بالمصر وكذلك كل من سمع النداء ممن يسكن خارج المصر وهو قول داود وقال أبو حنيفة الجمعة على كل من كان بالمصر وليس على من كان خارج المصر جمعة سمع النداء أو لم يسمع
وقال أحمد بن حنبل وإسحاق لا تجب الجمعة إلا على من سمع النداء كان بالمصر أو خارجا عنه يريد أن الموضع الذي يسمع منه ومن مثله النداء وروي مثل ذلك عن عبدالله بن عمرو بن العاص وسعيد بن المسيب وقد كان الشافعي يقول لا يتبين عندي أن يخرج بترك الجمعة إلا من يسمع النداء قال ويشبه أن يخرج أهل المصر وإن عظم بترك الجمعة قال أبو عمر يشبه أن يكون مذهب مالك وأصحابه والليث في مراعاة الثلاثة أميال لأن الصوت الندي في الليل ثم هدوء الأصوات يمكن أن يسمع من ثلاثة أميال والله
أعلم فلا يكون مذهب مالك في هذا التأويل مخالفا لمن قال لا تجب الجمعة إلا على من سمع النداء وهو قول أكثر فقهاء الأمصار وقد ذكر في المجموعة عن علي بن زياد عن مالك قال عزيمة الجمعة على من كان بموضع يسمع منه النداء وذلك من ثلاثة أميال ومن كان أبعد فهو في سعة إلا أن يرغب في شهودها فهو أحسن فهذه رواية مفسرة وعلى هذا قال مالك فيما روى عنه ابن القاسم وغيره أن ليس العمل على ما صنع عثمان في إذنه لأهل العوالي لأن الجمعة كانت عنده واجبة على أهل العوالي لأن العوالي من المدينة على ثلاثة أميال ونحوها مالك إلى أن إذن عثمان لأهل
العوالي إنما كان أن الجمعة لم تكن واجبة على أهل العوالي عنده لأن الجمعة إنما تجب على أهل المصر عنده هذا قول الكوفيين سفيان وأبي حنيفة وقد ذكرنا أقوالهم فأغنى عن إعادتها وأما اختلاف العلماء في وجوب الجمعة على أهل العمود والقرى الكبار والصغار وفي عدد رجال الموضع الذي تجب فيه الجمعة فسنذكره هذا الموضع إن شاء الله تعالى ومن حجة مالك في مراعاة الثلاثة أميال ما حدثناه عبدالوارث بن سفيان قال حدثنا قاسم بن أصبغ قال حدثنا محمد بن عبدالسلام قال حدثنا محمد بن بشار قال حدثنا معدي بن سليمان قال حدثنا ابن عجلان عن أبيه عن أبي هريرة
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم على أحدكم أن يتخذ الصبة من الغنم فينزل بها على رأس ميلين أو ثلاثة من المدينة فتأتي الجمعة فلا يجمع فيطبع على قلبه ومن حجة من شرط سماع النداء ما حدثناه عبدالوارث أيضا قال حدثنا قاسم قال حدثنا الخشني قال حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبدالرحمان عن سفيان عن محمد بن معبد عن عبدالله بن هارون أنه سمع عبدالله بن عمرو يقول الجمعة على من سمع النداء وذكر عبدالرزاق عن داود بن قيس قال سئل عمرو بن شعيب وأنا أسمع من أين تؤتى الجمعة فقال من مدى الصوت
قال أبو عمر ما يحضرني من الاحتجاج على من ذهب مذهب عطاء وابن الزبير على ما تقدم ذكرنا له إجماع المسلمين قديما وحديثا أن من لا تجب عليه الجمعة ولا النزول إليها لبعد موضعه عن موضع إقامتها على حسب ما ذكرنا من اختلافهم في ذلك كله مجمع أن الظهر واجبة لازمة على من كان هذه حاله وعطاء وابن الزبير موافقان للجماعة يوم عيد فكذلك يوم العيد في القياس والنظر الصحيح هذا لو كان قولهما اختلافا يوجب النظر فكيف وهو قول شاذ وتأويله بعيد والله المستعان وبه التوفيق وأما قول أبي عبيد مولى ابن أزهر في حديثنا المذكور في هذا الباب ثم شهدت مع علي بن أبي طالب وعثمان محصور فجاء فصلى ثم انصرف فخطب ففيه دليل على أن
الجمعة واجبة على أهل المصر بغير سلطان وأن أهله إذا أقاموها ولا سلطان عليهم أجزأتهم وهذا موضع اختلف العلماء فيه قديما وحديثا وصلاة العيدين مثل صلاة الجمعة والاختلاف في ذلك سواء لأن صلاة علي بالناس العيد وعثمان محصور أصل في كل سبب تخلف الإمام عن حضوره أو خليفته أن على المسلمين إقامة رجل يقوم به وهذا مذهب مالك والشافعي والأوزاعي على اختلاف عنه والطبري كلهم يقول تجوز الجمعة بغير سلطان كسائر الصلوات وقال أبو حنيفة وأبو يوسف وزفر ومحمد لا تجزئ الجمعة إذا لم يكن سلطان وروي عن محمد بن الحسن أن أهل مصر لو مات واليهم جاز لهم أن يقدموا رجلا يصلي بهم الجمعة حتى يقدم عليهم وال
قال أحمد بن حنبل يصلون بإذن السلطان وقال داود الجمعة لا تفتقر إلى وال ولا إمام ولا إلى خطبة ولا إلى مكان ويجوز للمنفرد عنده أن يصلي ركعتين وتكون جمعة قال ولا يصلي أحد إلا ركعتين في وقت الظهر يوم الجمعة وقول داود هذا خلاف قول جميع فقهاء الأمصار لأنهم أجمعوا أنها لا تكون إلا بإمام وجماعة واختلفوا في عدد الجماعة في المكان والوالي والخطبة والله المستعان ذكر عبدالرزاق عن معمر عن الزهري أنه كان يقول حيثما كان أمير فإنه يعظ أصحابه يوم بهم ركعتين ذكرنا قول الزهري هذا لأنه الذي روى حديث علي حين صلى بالناس العيد وعثمان محصور
وقد ذكرنا في باب حديث ابن شهاب عن عبيدالله عن جماعة من التابعين أن الحدود والجمعة إلى السلطان ولا يختلف العلماء أن الذي يقيم الجمعة السلطان وأن ذلك سنة مسنونة وإنما اختلفوا ثم نزول ما ذكرنا من موت الإمام أو قتله أو عزله والجمعة قد جاءت فذهب أبو حنيفة وأصحابه والأوزاعي إلى أنهم يصلون ظهرا أربعا وقال مالك والشافعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور يصلي بهم بعضهم بخطبة ويجزيهم أخبرنا عبدالله بن محمد بن عبدالمؤمن قال حدثنا عبدالحميد بن أحمد الوراق قال حدثنا الخضر بن داود قال حدثنا أبو بكر الأثرم قال حدثنا العباس بن عبدالعظيم أنه سأل أبا عبدالله يعني أحمد بن حنبل عن الصلاة خلف الخوارج والفساق من الأمراء والسلاطين فقال أما الجمعة فينبغي
شهودها فإن كان الذي يصلي منهم أو مثلهم يعني في الفسق والمذهب أعاد الصلاة بعد شهودها معهم فإن كان لا يدري أنه يقول بقولهم ولا هو مثلهم فلا يعيد قال قلت فإن كان يقال إنه قال بقولهم فقال حتى تعلم ذلك وتستيقن قال فقلت فإن لم يكن إمام أترى أن نصلي وراء من جمع بالناس وصلى ركعتين فقال أليس قد صلى علي بن أبي طالب بالناس وعثمان محصور قال أبو عمر قد ذكرنا أن حديث أبي عبيد مولى ابن أزهر أصل في هذه المسألة وإن كان ذلك في صلاة العيد والأصل في ذلك أيضا ما فعله المسلمون يوم مؤتة لما قتل الأمراء وأجمعوا على خالد بن الوليد فأمروه وايضا فإن المتغلب
والخارج على الإمام تجوز الجمعة خلفه فمن كان في طاعة الإمام أحرى بجوازها خلفه وذكر أبو بكر الأثرم قال سألت أبا عبدالله ما تقول في الخوارج إذا قدموا رجلا لا يقول بقولهم يصلي بالناس الجمعة قال صل خلفه فذكرت له قول من يقول إذا كان الذي قدمه لا تحل الصلاة خلفه فسدت الصلاة خلف هذا المقدم وإن لم يقل بقولهم فقال أما أنا فلست أقول بهذا وقال الأثرم حدثنا عفان قال حدثنا عبدالعزيز بن مسلم قال حدثنا أبو سنان ضرار بن مرة عن عبدالله بن أبي
الهذيل قال تذاكرنا الجمعة ليالي المختار الكذاب فاجتمع رأيهم على أن يأتوه فإنما كذبه عليه وروى ابن المبارك عن الأوزاعي عن الزهري عن حميد بن عبدالرحمان بن عوف بن عبيدالله بن عدي بن الخيار أنه دخل على عثمان فقال أنه يصلي بالناس إمام فتنة وأنا أتحرج من الصلاة معه فقال إن الصلاة أحسن ما صنع الناس فإذا أحسنوا فأحسن معهم وإذا ساءوا فاجتنب إساءتهم وروى هذا الحديث معمر مرة عن الزهري عن عروة عن عبيدالله بن عدي ومرة عن الزهري عن رجل عن عبيدالله بن عدي وروى ابن المبارك عن يونس عن الزهري
عن أبي سلمة قال دخل أبو قتادة الأنصاري ورجل آخر معه على عثمان وهو محصور فقالا يا أمير المؤمنين أنت إمام بنا إمام فتنة فقال صليا خلفه قال أبو عمر هذه القصة والله أعلم الجمعة والعيد لأن الذي كان يصلي بهم الجمعة أبو أيوب الأنصاري وسهل بن حنيف أو ابنه أبو أمامة بن سهل وصلى بهم العيد علي بن أبي طالب ذكر أهل السير منهم الواقدي والزبيري أن أبا أيوب الأنصاري كان يصلي بالناس في حصر عثمان ثم صلى بهم سهل بن حنيف بعد
وذكر المدائني عن محمد بن الفضل عن أبي حازم عن أبي هريرة قال عملا الصلاة فجاء المؤذن يؤذن عثمان وهو محصور فقال اذهب إلى أبي أمامة بن سهل أو إلى سهل بن حنيف فقل له يصلي بالناس وذكر المدائني أيضا عن محمد بن ذكوان عن محمد بن المنكدر قال صلى أبو أمامة أو سهل بن حنيف وعثمان محصور وعن عبدالله بن مصعب عن مسلم بن عروة عن أبيه قال صلى بالناس يوم الجمعة سهل بن حنيف قال المدائني وأخبرنا ابن جعدة قال صلى سهل بن حنيف وعثمان محصور وصلى يوم العيد علي بن أبي طالب قال وقال جويرية بن أسماء عن نافع قال لما كان يوم النحر جاء علي فصلى بالناس وعثمان محصور
وذكر عمر بن شبة قال حدثنا حيان بن بشر عن يحيى بن آدم قال سمعت بعض أصحابنا يحدث عن أبي معشر المدني أن أبا أمامة بن سهل بن حنيف كان يصلي بالناس وعثمان محصور قال يحيى ولعله قد صلى بهم رجل بعد رجل فهذه الأخبار توضح لك أن قول عبيدالله بن عدي بن الخيار لعثمان يصلي بالناس إمام فتنة لم يرد به علي بن أبي طالب ولا سهل بن حنيف وإنما أراد به أحد الخارجين عليه والله أعلم وذكر الحسن بن علي الحلواني قال حدثنا المسيب بن واضح قال سمعت ابن المبارك يقول ما صلى علي بالناس حين حصر عثمان إلا صلاة العيد وحدها وكان ابن وضاح وغيره يقولون إن الذي عنى عثمان بقوله إمام فتنة عبدالرحمان بن عديس البلوي وهو الذي أجلب على عثمان بأهل مصر
والوجه عندي والله أعلم في قوله إمام فتنة أي إمامة في فتنة لأن الجمعات والأعياد والجماعات نظامها وتمامها الإمامة فيها تكون الجماعة المحمودة وببقاء الناس بلا إمام تكون الفرقة المنهي عنها وقد بينا معنى الجماعة والاعتصام بالإمامة والتحذير من الفرقة من أقاويل السلف وصحيح الأثر في باب سهيل ثم قول رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله تعالى يحب لكم ثلاثا الحديث منها أن تعتصموا بحبل الله جميعا وأن تناصحوا من ولاه الله أمركم وأوضحنا هذا المعنى هناك والحمد لله

*****

Kopo, 20 Februari 2002 / 8 Dzulhijah 1422
IDUL ADHA pada JUM’AT 22 Februari 2002

S.NooR

Kontra Fatwa - SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR

SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR

صحيح البخاري ج: 4 ص: 1466
3769 حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث عن يحيى عن نافع ثم أن بن عمر رضي الله عنهما ذكر له أن سعيد بن زيد بن عمرو بن نفيل وكان بدريا مرض في يوم جمعة فركب إليه بعد أن تعالى النهار واقتربت الجمعة وترك الجمعة
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ذُكِرَ لَهُ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ وَكَانَ بَدْرِيًّا مَرِضَ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ فَرَكِبَ إِلَيْهِ بَعْدَ أَنْ تَعَالَى النَّهَارُ وَاقْتَرَبَتْ الْجُمُعَةُ وَتَرَكَ الْجُمُعَةَ

صحيح مسلم ج: 2 ص: 591
12 باب التغليظ في ترك الجمعة 865 وحدثني الحسن بن علي الحلواني حدثنا أبو توبة حدثنا معاوية وهو بن سلام عن زيد يعني أخاه أنه سمع أبا سلام قال حدثني الحكم بن ميناء أن عبد الله بن عمر وأبا هريرة حدثاه أنهما سمعا رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول على أعواد منبره ثم لينتهين أقوام عن ودعهم الجمعات أو ليختمن الله على قلوبهم ثم ليكونن من الغافلين

شرح سنن ابن ماجه ج: 1 ص: 79
1125 من ترك الجمعة أي اكتفى بالظهر عن الجمعة تهاونا بها الظاهر أن المراد بالتهاون التكاسل وعدم الجد في أدائه لا الاهانة والاستخفاف فإنه كفر والمراد بيان كونه معصية عظيمة تقتضي الى وجاء عن بن عباس ان من ترك الجمعات متوالية فقد نبذ الإسلام وراء ظهره لمعات 2 قوله طبع على قلبه أي ختم قال القاضي اختلف المتكلمون في هذا اختلافا كثيرا فقيل هو اعدام اللطف وأسباب الخير وقيل هو خلق الكفر في صدورهم وهو قول أكثر متكلم أهل السنة قال غيرهم هم الشهادة عليهم وقيل هو علامة جعلها الله تعالى في قلوبهم لتعرف بها الملائكة من يمدح ومن يذم انتهى

المغني ج: 2 ص: 108
فصل وإن سافر قبل الوقت فذكر أبو الخطاب فيه ثلاث روايات إحداها المنع لحديث ابن عمر والثانية الجواز وهو قول الحسن وابن سيرين وأكثر أهل العلم لقول عمر ولأن الجمعة لم تجب فلم يحرم السفر كالليل والثالثة يباح للجهاد دون غيره وهذا الذي ذكره القاضي لما روى ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم وجه زيد بن حارثة وجعفر بن أبي طالب وعبد الله بن رواحة في جيش مؤتة فتخلف عبد الله فرآه النبي صلى الله عليه وسلم فقال ما خلفك قال الجمعة فقال النبي صلى الله عليه وسلم لروحة في سبيل الله أو قال غدوة خير من الدنيا وما فيها قال فراح منطلقا رواه الإمام أحمد في المسند والأولى الجواز مطلقا لأن ذمته بريئة من الجمعة فلم يمنعه إمكان وجوبها عليه كما قبل يومها وذكر أبو الخطاب أن الوقت الذي يمنع السفر ويختلف فيما قبله زوال الشمس ولم يفرق القاضي بين ما قبل الزوال وما بعده ولعله بنى على أن وقتها وقت العيد ووجه قول أبي الخطاب على أن تقديمها رخصة على خلاف الأصل فلم يتعلق به حكم المنع كتقديم الآخرة من المجموعتين إلى وقت الأولى فصل وإن خاف المسافر فوات رفقته جاز له ترك الجمعة لأن ذلك من الأعذار المسقطة للجمعة والجماعة وسواء كان في بلده فأراد إنشاء السفر أو في غيره فصل قال أحمد إن شاء صلى بعد الجمعة ركعتين وإن شاء صلى أربعا وفي رواية إن شاء ستا وكان ابن مسعود والنخعي وأصحاب أن يصلي بعدها أربعا لما روى أبو هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان منكم مصليا بعد الجمعة فليصل بعدها أربعا رواه مسلم وعنعلي وأبي موسى وعطاء ومجاهد وحميد بن عبد الرحمن والثوري أنه يصلي ستا لما روي عن ابن عمر أنه كان إذا كان بمكة فصلى الجمعة تقدم فصلى ركعتين ثم تقدم فصلى أربعا وإذا كان في المدينة صلى الجمعة ثم رجع إلى بيته فصلى ركعتين ولم يصل في المسجد فقيل له فقال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعل ذلك رواه أبو داود ولنا إن النبي صلى الله عليه وسلم كان يفعل ذلك كله بدليل ما روي من الأخبار وروي عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي بعد الجمعة ركعتين متفق عليه وفي لفظ لمسلم وكان لا يصلي في المسجد حتى ينصرف فيصلي ركعتين في بيته وهذا يدل على أن مهما فعل من ذلك كان حسنا قال أحمد في رواية عبيد الله ولو صلى مع الإمام ثم لم يصل شيئا حتى صلى العصر كان جائزا قد فعله عمران بن حصين وقال في رواية أبي داود يعجبني أن يصلي يعني بعد الجمعة فصل فأما الصلاة قبل الجمعة فلا أعلم فيه إلا ما روى أن النبي صلى الله عليه وسلم من قبل الجمعة أربعا أخرجه ابن ماجه وروى عمرو بن سعيد بن العاص عن أبيه قال كنت أبقي أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا زالت الشمس قاموا فصلوا أربعا قال أبو بكر كنا نكون مع حبيب بن أبي ثابت في الجمعة فيقول أزالت الشمس بعد ويلتفت وينظر فإذا زالت الشمس صلى الأربع التي قبل الجمعة وعن أبي عبيدة عن عبد الله بن مسعود أنه كان يصلي قبل الجمعة أربع ركعات وبعدها أربع ركعات رواه سعيد

الأم ج: 1 ص: 189
قال الشافعي أخبرنا إبراهيم بن محمد قال حدثني سلمة بن عبدالله الخطمي عن محمد بن كعب القرظى أنه سمع رجلا من بني وائل يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تجب الجمعة على كل مسلم إلا امرأة أو صبيا أو مملوكا قال الشافعي ومن كان مقيما ببلد تجب فيه الجمعة حر لا عذر له وجبت عليه الجمعة قال الشافعي والعذر المرض الذي لا يقدر معه على شهود الجمعة إلا بأن يزيد في مرضه أو يبلغ به محتملة أو يحبسه السلطان أو من لا يقدر على الامتناع منه بالغلبة أو يموت بعض من يقوم بأمره من قرابة أو ذي آصرة من سهر أو مودة أو من يحتسب في ولاية أمره الأجر فإن كان هذا فله ترك الجمعة قال الشافعي وإن مرض له ولد أو والد فرآه منزولا به وخاف فوت نفسه فلا بأس عليه أن يدع له الجمعة وكذلك إن لم يكن ذلك به وكان ضائعا لا قيم له غيره أو له قيم غيره له شغل في وقت الجمعة عنه فلا بأس أن يدع له الجمعة

سبل السلام ج: 2 ص: 58
وقيل لا تجب عليه لأنه داخل في لفظ المسافر وإليه ذهب جماعة من الآل أيضا وهو الأقرب لأن أحكام السفر باقية له من القصر ونحوه ولذا لم ينقل أنه صلى الله عليه وسلم صلى الجمعة بعرفات في حجة الوداع لأنه كان مسافرا وكذلك العيد تسقط صلاته عن المسافر ولذا لم يرو أنه صلى الله عليه وسلم صلى صلاة العيد في حجته تلك وقد وهم ابن حزم فقال إنه صلاها في حجته وغلطه العلماء






MUSAFIR WAJIB JUM’AT ATAU DZUHUR ?

Dalil Ust. Luthfi (Dewan Hisbah)
Majalah Risalah Juni 2007

1. Rasul Wuquf di Arofah pada hari jum’at
2. Rasul Khutbah Arofah, Adzan Sholat 2 rakaat dzuhur & 2 raka’at ashar
3. Ibnu Umar pernah meninggalkan jum’at.
4. Istinbat: - Musafir boleh meninggalkan jum’at. – Bagi yang tidak jum’at wajib shalat dzuhur.

Tanggapan

1. Rasul berangkat dari Madinah pada hari Sabtu 26 Dzulqa’dah 10 H. / 22 Februari 632 M. Bulan Dzulqa’dah dan Dzulhijjah adalah genap 30 hari karena tahun kabisat sehingga menurut penanggalan Hijriyah 30 hari sedangkan menurut kalender masehi bulan Februari tahun 632 adalah 29 hari.
2. Rasul Wuquf di Arofah pada hari Jum’at tanggal 9 Dzulhijjah 10 H / 6 Maret 632 H.
3. Wuquf artinya berdiam diri, sehingga tidak ada khutbah wuquf. Maka khutbah tersebut adalah khutbah Jum’at karena bertepatan dengan hari Jum’at yang diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at. Adapun rangkaian pelaksanaannya yang berbeda dengan Jum’at biasa menunjukkan bahwa khusus ketika wuquf pada hari Jum’at pelaksanaan jum’at adalah seperti itu.
4. Sehubungan dengan masalah ini Ibnu Hazm berkata : “Dan tidak ada perselisihan bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW (pada hari Arafah itu) khutbah lalu shalat dua raka’at, dan ini adalah sifat shalat Jum’at.” Keterangan Ibnu Hazm ini cukup beralasan, dan cocok dengan kenyataan, tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang lainnya sehubungan dengan masalah ini. (KHE. Abdurrahman:73)
5. Penyebutan shalat tersebut dengan dzuhur karena dilaksanakan pada waktu dzuhur adapun sifatnya adalah sifat shalat jum’at yang didahului dengan khutbah. Seperti halnya Rasul pernah menyebut shalat magrib sebagai Isya ul Awwal.
6. Tidak disebutkannya Rasul shalat Jum’at dalam perjalanannya, tidak berarti tidak melaksanakan Jum’at, seperti juga tidak disebutkan makan dan minumnya, tidak berarti beliau berpuasa kan ?! Kita bisa mengatkan tidak ada karena kita tahu akan tidak adanya, bukan karena tidak disebutkan. (Al-‘ilmu Bi ‘Adamihi)
7. Jika mau konsisten pada hadits tersebut secara tekstual, maka seharusnya shalat dzuhur bagi musafir pada hari Jum’at harus seperti yang dilakukan oleh Rasul, yaitu khutbah, adzan, shalat dua raka’at dzuhur dan ashar dijama qosor.
8. Hadits Riwayat Al-Bukhari tentang Ibnu Umar dimuat dalam Kitab Al-Maghazi (peperangan). Matan hadits tersebut jika difahami ibnu Umar tidak Jum’at bertentangan dengan riwayat Muslim tentang ancaman bagi yang meninggalkan Jum’at tanpa udzur yang diriwayatkan pula dari Ibnu Umar. Maka jika digabungkan (thoriqatul jam’i) bisa jadi Ibnu Umar tidak shalat Jum’at di tempat tinggalnya, seperti juga tidak disebutkan dalam hadits tersebut bahwa Ibnu Umar shalat dzuhur.
9. A. Hassan dalam “Soal-Jawab” nya mencabut pendapatnya bahwa musafir termasuk yang dibolehkan meninggalkan jum’at. (A.Q, menyatakan : Pendapat ini sudah dicabut, Soal Jawab II:455)

Kesimpulan:

- Hadits-hadits yang menyebutkan musafir tidak wajib jum’at adalah dla’if.
- Musafir tetap wajib melaksanakan Jum’at dan shalat dijama’ qosor dengan ashar.
- Lihat bantahan KH. E. Abdurrahman dalam Risalah Jum’at.


Wa Maa Taufiqy Illa Billah

Juli ‘07
s.NooR

ALJAZEERA TV

 
Coolstreaming Channel 47362

Islam America

KAKAWIHAN

ISLAMIC VIEW

ISLAMIC WALLPAPERS

AKSES LINK OK

Bookmark and Share
Bookmark and Share