IQRA' BISMI RABBIK ...

IQRA' BISMI RABBIK ...

SHARE MY LINK

Pengunjung :

ISLAMIC FILES (video-mp3-doc-pdf-etc)

Jumat, 08 Januari 2010

Menjelang detik terakhir…

PERNAHKAH kita bayangkan diri kita berada di atas ranjang kematian, apakah yang dapat kita lakukan waktu itu ? Suatu pertanyaan yang mesti dijawab oleh semua manusia yang masih hidup. Bagaimanakah keadaan detik-detik terakhir dari nafas kita yang akan berlalu itu? Apakah kita termasuk orang yang suka untuk bertemu Allah (SWT), ataukah sebaliknya seperti hamba yang melarikan diri dan takut bertemu tuannya karena kesalahan yang dilakukannya?

Belajar dari akhir kehidupan para salaf adalah amat penting bagi kita, karena mereka adalah orang-orang terkemuka dari umat ini, para pemimpin dan ulama kaum muslimin. Sungguh mereka sangat takut kalau kembali kepada Allah SWT dalam keadaan membawa dosa dan kemaksiatan. Marilah kita ambil beberapa pengajaran berharga dari mereka :

Aisyah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. tatkala menjelang wafat disediakan untuk beliau satu wadah air, beliau memasukkan tangannya ke dalam air lalu mengusapkan ke wajahnya seraya bersabda, “La ilaha illallah, sesungguhnya di dalam kematian ada sakaratul maut.” Kemudian beliau menengadahkan kedua tangannya lalu mengatakan, “Fir Rafiqil A’la” lalu beliau wafat dan tangannya tergeletak lemas.

Ketika Umar al Faruq menjelang ajal, beliau berkata kepada puteranya Abdullah, “Letakkan pipiku di atas tanah“, namun Abdullah enggan untuk melakukan demikian. Beliau berkata sehingga tiga kali, “Letakkan pipiku di atas tanah, semoga Allah SWT melihatku dalam keadaan demikian, kemudian Dia merahmatiku. ” Diriwayatkan, bahwa beliau terus menangis sehingga pasir-pasir menempel di kedua mata beliau seraya mengatakan, “Celakalah Umar, celaka juga ibunya, jika Allah SWT tidak memaafkannya.”

Ketika Abu Hurairah sakit yang membawa kematiannya, beliau menangis, lalu ditanya, “Apa yang membuat anda menangis?”. Beliau menjawab, “Aku menangis bukan karena dunia ini, tetapi aku menangisi perjalanan selepas ini (di akhirat), bekalku yang sedikit, padahal aku akan berada di suatu tempat yang menanjak lagi amat panjang, sedangkan aku tidak tahu akan dimasukkan ke neraka atau ke surga.”

Usman r.a. berkata di akhir hayatnya, “Tidak ada ilah selain Engkau, Maha Suci Engkau ya Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang berbuat aniaya. Ya Allah aku mohon pertolongan dalam semua urusanku, dan aku memohon kesabaran dalam menghadapi ujian yang menimpaku.” Wahai manusia! Kini saatnya orang-orang yang tertidur untuk bangun dari tidurnya, sudah sampai masanya orang yang lalai sadar dari kelalaiannya, sebelum datang maut dengan membawa kepayahan dan kepahitan, sebelum tubuh berhenti bergerak dan sebelum nafas terputus. Sementara belum memasuki perjalanan menuju alam kubur dan kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Abu Darda’ ketika menjelang wafat berkata, “Apakah seseorang tidak mau beramal untuk mempersiapkan pentas perjuangan ini? Mengapa orang tidak beramal untuk menghadapi waktu ini? Mengapa orang tidak beramal untuk menyongsong hariku ini? Kemudian beliau menangis, maka isteri beliau bertanya,”Mengapa engkau menangis, bukankah engkau telah menemani Rasulullah s.a.w.?" Beliau menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis sedangkan aku tidak mengetahui bagaimana dosa-dosa telah menyerangku.” Dan berkata Abu Sulaiman ad-Darani, “Aku berkata kepada Ummu Harun seorang wanita yang rajin beribadah, “Apakah anda senang dengan kematian? Maka dia menjawab, “Tidak!" Aku bertanya, “Mengapa?" Maka dia mejawab, “Demi Allah, andaikan aku berbuat kesalahan kepada makhluk saja, maka aku takut untuk bertemu dengannya, apatah lagi jika aku berbuat maksiat kepada Khaliq Yang Maha Agung?”

Atha’ as Sulami ditanya tatkala sakit yang menyebabkan kematiannya, “Bagaimanakah keadaan anda? Beliau menjawab, “Kematian berada di leherku, kuburan ada di hadapanku, kiamat adalah akhir perjalananku, jambatan Jahannam adalah jalanku, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku“. Kemudian beliau menangis dan terus menangis sehingga pingsan. Ketika sadar kembali beliau mengucapkan, “Ya Allah, kasihanilah aku, hilangkanlah kesedihan di dalam kuburku, mudahkan kesulitanku ketika menjelang kematian, rahmatilah kedudukanku di hadapan-Mu wahai Zat Yang Paling Pengasih di antara para pengasih.”

Sementara itu ketika Sulaiman at Taimi telah dekat dengan kematiannya, dikatakan kepada beliau, “Kabar gembira buat anda, karena anda adalah orang yang sangat bersungguh-sungguh di dalam ketaatan kepada Allah.” Maka beliau menjawab, “Janganlah kalian mengatakan demikian, sesungguhnya aku tidak mengetahui apa yang zahir di hadapan Allah Azza wa Jalla, karena Dia telah berfirman, “Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah SWT yang belum pernah mereka perkirakan.” (QS. 39:47)

Disebutkan bahwa Abu Darda’ apabila ada seseorang yang meninggal dalam keadaan yang baik, maka beliau berkata, “Berbahagialah engkau, andaikan aku dapat menggantikan dirimu“. Maka Ummu Darda’ bertanya kepadanya tentang hal itu, lalu beliau menjawab, “…. bukankah engkau tahu, bahwa ada seseorang yang pagi harinya dia beriman, namun di petang hari telah menjadi munafik, ia lepaskan keimanannya tanpa dia menyadarinya “

Muhammad al Munkadir menangis tatkala menjelang wafatnya, lalu ia ditanya, “Apa yang membuat anda menangis? Beliau menjawab, “Demi Allah SWT aku menangis bukan karena dosa yang aku ketahui telah aku lakukan, namun aku takut jika telah melakukan sesuatu yang aku anggap remeh namun di hadapan Allah SWT ternyata itu adalah sesuatu yang amat besar.”

Sufyan ats Tsauri berkata, “Tidak ada tempat yang lebih dahsyat bagiku daripada (tempat) terjadinya sakaratul maut, aku sangat takut kalau dia (sakarat) terus menerus menekanku, aku telah meminta keringanan, namun dia tidak menghiraukan, sehingga aku terkena fitnahnya.” Kemudian beliau menangis semalaman hingga menjelang pagi, ketika beliau ditanya, “Apakah tangisan tersebut karena dosa? Maka beliau mengambil segenggam tanah dan berkata, “Dosa lebih ringan dari pada ini (tanah, maksudnya adalah maut), aku menangis karena takut terhadap su’ul khatimah (akhir hidup yang buruk).”

Shofwan bin Sulaim berkata , “Di dalam kematian ada rahah (istirahat) bagi seorang mukmin dari huru hara dan hiruk pikuk dunia, walaupun mesti merasakan putusnya nafas dan kepedihan.” Kemudian beliau mengalirkan air mata. Wahai saudaraku! Marilah kita anggap diri kita masing masing sebagai seorang yang sedang berbaring menunggu ajal. Saudara dan tetangga sedang mengerumuni kita, lalu di antara mereka ada yang berkata, “Si Fulan telah berwasiat, sedangkan hartanya telah dihitung.” Ada lagi yang berkata, “Si fulan sudah tidak dapat berbicara, sudah tidak mengenali para tetangganya dan mulutnya tertutup rapat. Mereka melihat kita, kita mendengar apa yang mereka bicarakan, namun tidak kuasa untuk menjawabnya. Lalu kita lihat anak kita yang masih kecil menangis terisak-isak di sisi kita seraya berkata , “Wahai ayah tercinta siapakah yang akan mengasuhku nanti setelah ayah pergi? Siapakah yang akan memenuhi keperluanku nanti? Kita mendengar semua itu, namun demi Allah, kita sudah tidak mampu manjawab lagi.

Syafiq bin Ibrahim berkata, “Bersiap-siaplah anda semua di dalam menghadapi kematian, jangan sampai ketika ia datang lalu anda minta dikembalikan lagi ke dunia (karena belum beramal).”

Al ‘Alla’ bin Ziyad mengatakan juga, “Hendaknya setiap orang dari kalian merasakan, bahwa dirinya telah meninggal, lalu memohon kepada Allah SWT untuk dikembalikan ke dunia, kemudian Allah SWT memenuhinya, maka hendaklah kalian beramal ketaatan kepada Allah SWT.“

Syamith bin ‘Ajlan berkata , “Manusia itu ada dua golongan, pertama orang yang terus mencari bekal di dunia, dan kedua orang yang terus bersenang-senang di dunia. Maka perhatikanlah, dari golongan manakah dirimu?”

Diceritakan bahwa suatu hari al Hasan al Bashri melewati sekelompok pemuda yang sedang tertawa terbahak-bahak, maka beliau bertanya, “Wahai anak saudaraku, apakah kalian pernah menyeberangi ash Shirath (jambatan Jahannam)? Para pemuda itu menjawab, “Belum.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian tahu ke surga ataukah ke neraka kalian akan dimasukkan?” Mereka menjawab, “Tidak.” Kemudian beliau berkata, “Lalu mengapa engkau tertawa demikian ? Semoga Allah SWT memberi maaf kepada kalian semua.” Dan ketika beliau menjelang wafat beliau menangis seraya mengatakan, “Jiwa yang lemah, sedang urusan sangat dahsyat dan besar, sesungguhnya kita adalah milik Allah SWT dan sesungguhnya kepada-Nya kita akan kembali.”

Wahai saudaraku! Kita semua tidak dapat membayangkan bagaimanakah keadaan malam pertama di alam kubur itu.

Anas r.a. pernah berkata, “Maukah kalian aku beritahu tentang dua hari dan dua malam yang belum pernah diketahui dan didengar oleh manusia (yang masih hidup)? Hari yang pertama adalah hari di mana datang kepadamu pembawa berita dari Allah SWT, baik dengan membawa keridhaan-Nya ataupun murka-Nya (waktu meninggal-pent), dan kedua yaitu hari dimana kalian dihadapkan kepada Allah SWT untuk mengambil buku catatan amal, dengan tangan kiri atau dengan tangan kanan. Sedangkan dua malam, adalah malam pertama kali di dalam kubur dan malam di mana pagi harinya dilenyapkan tatkala terjadinya Hari Kiamat.”

Kematian adalah perkara yang mengerikan, urusan yang sangat dahsyat, suguhan yang rasanya paling pahit dan tidak disukai. Dia adalah peristiwa yang menghancurkan seluruh kelezatan dunia, memutuskan ketenangan, serta pembawa duka dan kesedihan. Dia memutuskan segala yang telah tersambung, memisahkan anggota badan dan menghancurkan seluruh tubuh, sungguh dia adalah perkara yang sangat dahsyat dan mengerikan. Kita bayangkan bagaimana keadaan kita tatkala kita diangkat dari tempat tidur kita, dibawa ke suatu tempat untuk dimandikan, lalu kita dibungkus dengan kain kafan, keluarga dan tetangga bersedih, saudara dan teman menangis. Orang yang memandikan kita berkata, “Dimanakah isteri si fulan, dia akan melepaskan suaminya pergi, dan dimanakah anak-anak yatim si fulan, Kalian semua akan ditinggalkan oleh ayah, kalian tidak akan bertemu lagi dengannya setelah ini.”

Jika para Nabi dan Rasul, shalihin dan muttaqin semuanya mengalami hal itu, maka apakah kita akan terlena dari mengingatnya? Wallahu a’lam bish shawab.

Disarikan dari artikel Buletin Dar Ibnu Khuzaimah, judul ” ‘Ala Firasyil Maut.”

http://subhan-nurdin.blogspot.com

ALJAZEERA TV

 
Coolstreaming Channel 47362

Islam America

KAKAWIHAN

ISLAMIC VIEW

ISLAMIC WALLPAPERS

AKSES LINK OK

Bookmark and Share
Bookmark and Share