005. Hukum Kuis
Bagaimana hukum mengikuti kuis Premium call seperti Acara “Who Want Tobe Millionare” ?
Apabila kita menyaksikan acara-acara kuis di Televisi sangat beragam. Maka, tentu jawaban dari pertanyaan Anda-pun bisa berbeda-beda. Untuk itu perlu kita mengkaji ulang tentang maisir atau judi yang diharamkan dalam Islam.
Dalil pengharaman judi terdapat pada QS. Al-Maidah:90-91
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi, berkurban untuk berhala mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu.”
Pada masa jahiliyah, permainan judi yang umum dilakukan adalah sebagai berikut;
Pertama-tama dikumpulkan 10 buah anak panah. Panah-panah tersebut dibubuhi nama masing-masing, antara lain
Yang mengikuti permainan inipun berjumlah 10 orang, masing-masing mendapat nomor. Lalu disediakan seekor unta yang telah dibagi dalam 28 bagian.
Kemudian seorang diantara mereka mamasukan panah-panah itu ke dalam satu tempat (karung/keranjang) dan panah-panah tersebut dikocok. Lalu diambilnya salah satu dari panah-panah itu, kemudian diserahkan kepada peserta satu-persatu secara berurutan. Bagi peserta yang mendapat panah yang bernama Al-Fadz-dzu, maka ia akan mendapat satu bagian dari unta tadi, Selanjutnya yang mendapat At-Tau’amu bagiannya dua sampai nomor 7. Sedangkan 3 peserta yang mendapat no. 8 (Al-Waghdu), 9 (As-Safihu) dan 10 (Al-Manihu) tidak mendapat bagian sama sekali dan harus membayar harga unta tadi. Adapun peserta yang mendapat bagian sama sekali tidak diperkenankan memakan daging bagiannya, daging tersebut harus dibagikan kepada fakir miskin.
Maka unsur-unsur maisir jahiliyah itu antara lain :
1. Spekulatif, para peserta berspekulasi dapat bagian atau tidak
2. Ada yang menang dan kalah
3. Ada yang dipertaruhkan baik berupa benda atau jasa
4. Pihak bandar (yang menyediakan barang taruhan)
5. Undian pada sesuatu yang bukan hak miliknya
6. Bagian (atau sekarang dikenal dengan hadiah) yang diambil dari barang taruhan
7. Pendistribusian hasil taruhan kepada fakir miskin
Maka, kuis yang memiliki unsur-unsur di atas bisa dikategorikan sebagai maisir yang dilarang dalam Islam. Jika mengamati teknis Kuis “Who Want Tobe Millionare” tidak jauh dengan sifat maisir Jahiliyah di atas. Para calon peserta berspekulatif ingin mendapat satu milliar, mungkin menang atau kalah. Secara sadar atau tidak calon peserta tersebut mempertaruhkan pulsa yang dimilikinya pada proses seleksi calon 10 terbaik yang akan masuk tahap akhir. Pihak bandar menyediakan bagian-bagian dari mulai level terendah, titik aman dan seterusnya. Kemudian diundi siapa yang mendapat bagian atau tidak sama sekali, walaupun cara mendapat bagian tersebut direkayasa dengan pertanyaan ilmiah, esensinya sama saja dengan mendapat nomor dari hasil undian. Adapun apa yang disebut hadiah, sungguh bertentangan dengan istilah hadiah dalam Syari’at Islam yaitu pemberian tanpa pamrih dari si penerima, hadiah diberikan karena menghargai atau mencintai yang diberi. Barang yang dihadiahkan pun adalah hak miliknya yang sah dan halal secara syar’i.
Maka, kuis atau lomba atau apapun istilahnya yang dimulai dengan “uang pendaftaran” atau “taruhan” hakikatnya bukan hadiah tetapi termasuk barang hasil taruhan dari prosesi al-maisir atau judi. Kesimpulannya, kuis atau perlombaan dan praktek yang sejenisnya tidak berbeda sifat dan caranya dengan al-Maisir, tentu hukumnya sama. Bahkan yang berlaku sekarang ini lebih jahat lagi daripada al-Maisir jahiliyah tadi, sebab keuntungannya dimakan sendiri oleh si pemenang.
Wallahu A’lam Bish-Shawwab
-